Ritual mitoni atau tingkeban ada sejak zaman kuno. Menurut
narasumber dan kami lengkapi dari sumber internet, asal usulnya adalah sepasang
suami istri, Ki Sedya dan Niken Satingkeb, pernah punya anak sembilan kali,
tetapi semuanya tidak ada yang berumur panjang. Mereka telah meminta bantuan
banyak kepada orang - orang pintar, dukun, tetapi
masih belum berhasil. Karena tidak kuat dengan derita yang dialaminya, kedua
pasangan suami istri itu memberanikan diri memohon pertolongan kepada Jayabaya,
sang ratu yang terkenal sakti.
Raja jayabaya terkenal bijak dan sangat dekat dengan
rakyatnya, dengan senang hati dia memberi bantuan kepada rakyatnya yang
menderita. Kedua suami istri tersebut dinasihati dan supaya melakukan ritual,
caranya : sebagai syarat pokok, mereka
harus rajin manembah kepada Gusti, selalu berbuat baik dan suka menolong dan
welas asih kepada sesama. Berdoa dengan khusuk, memohon kepada Tuhan Yang Maha
Esa. Mereka harus menyucikan diri, manembah kepada Gusti, Tuhan dan mandi suci
dengan air yang berasal dari tujuh sumber mata air. Kemudian berpasrah diri
lahir dan batin.
Sesudah memohon kepada Gusti apa yang menjadi kehendak
mereka, terutama kesehatan dan kesejahteraan si bayi. Dalam ritual itu
sebaiknya diadakan sesaji untuk penguat doa dan penolak bala, supaya mendapat
berkah dari Gusti.
Rupanya, tuhan
memperkenankan permohonan mereka. Ki Sedya dan Niken Satingkeb mendapatkan
momongan yang sehat dan berumur panjang. Untuk mengingat Niken Satingkeb,
upacara mitoni juga disebut Tingkeban. Mitoni sendiri berasal dari kata pitu
atau tujuh. Hal itu karena mitoni diadakan ketika usia kandungan masuk tujuh
bulan. Ritual ini bertujuan agar calon bayi dan ibu selalu mendapatkan
keselamatan. Ada beberapa rangkaian upacara yang dilakukan dalam mitoni, yaitu
siraman sebagai simbol, memasukkan telor ayam kampung ke dalam kain calon ibu
oleh sang suami, ganti busana, memasukkan kelapa gading muda, memutus lilitan
benang/janur, memecahkan periuk dan
gayung,
minum jamu sorongan dan mencuri telur. Rangkaian upacara itu dipercaya sebagai
prosesi pengusiran marabahaya dan petaka dari ibu dan calon bayinya. Ritual
mitoni sarat dengan simbolisasi. Upacara siraman, misalnya adalah sebagai
simbol pembersihan atas segala kejahatan dari bapak dan ibu calon si bayi.
Sedangkan memasukkan telur ayam kampung ke dalam kain calon ibu adalah
perwujudan dari harapan agar bayi bisa dilahirkan tanpaadanya hambatan.
Memasukkan kelapa gading muda ke dalam sarung dari perut atas calon ibu ke
bawah adalah simbolisasi agar tidak ada aral melintang yang menghalangi
kelahiran si bayi.
Setelah itu calon ibu akan berganti pakaian dengan
kain 7 motif. Para tamu diminta untuk memilih kain yang paling cocok dengan
calon ibu. Sedangkan pemutusan lilitan benang atau janur yang dilakukan setelah
pergantian kain masih bermakna agar kelahiran berjalan dengan lancar dan
lilitan itu harus dipotong oleh suami. Pemecahan gayung atau periuk mengandung
makna agar nanti saat ibu mengandung lagi, diharapkan kehamilannya berjalan
dengan lancar. Sedangkan upacara minum jamu sorongan (dorongan) berarti bayi bisa
lahir dengan cepat dan lancar seperti disurung (didorong). Dan yang terakhir,
mencuri telur merupakan perwujudan atas keinginan calon bapak agar proses
kelahiran berjalan dengan cepat, secepat maling yang mencuri.
Untuk melakukan mitoni, harus dipilih hari bagus dan
membawa berkah. Orang Jawa memiliki perhitungan khusus dalam menentukan hari
baik dan hari yang dianggap kurang baik. Selain itu, biasanya mitoni digelar
pada siang atau sore hari. Hari yang dianggap baik adalah Senin siang sampai
malam serta Jumat siang sampai Jumat malam. Mitoni tidak bisa dilakukan pada
sembarang tempat. Dulu mitoni biasa dilakukan di pasren atau tempat bagi para
petani untuk memuja Dewi Sri, Dewi Kemakmuran bagi para petani. Namun mengingat
dewasa ini sangat jarang ditemui pasren, maka mitoni dilakukan di ruang tengah
atau ruang keluarga selama ruangan itu cukup besar untuk menampung banyak tamu.
Anggota keluarga yang tertua dipercaya untuk memimpin pelaksanaan mitoni.
Setelah melakukan serangkaian upacara, para tamu yang hadir diajak untuk
memanjatkan doa bersama demi keselamatan ibu dan calon bayinya. Tidak lupa
setelah itu mereka akan diberi berkat untuk dibawa pulang. Berkat itu biasanya
berisi nasi lengkap beserta lauk pauknya.
1. Persyaratan Mitoni atau Tingkeban
a. Jenang 7
macam : Kombinasi 7 macam, jenang merah, jenang putih, merah ditumpangi putih,
putih ditumpangi merah, putih disilang merah, merah disilang putih, baro-baro (bubur
putih diatasnya dikasih parutan kelapa dan sisiran gula jawa).
Menurut
Herawati (2007:146) menyatakan bahwa
-
Jenang abang
(merah) adalah jenang yang terbuat dari bubur beras ketan yang dicampur
gula merah supaya warnanya merah.
-
Jenang putih
adalah jenang yang dibuat dari bubur beras ketan dicampur santan kelapa.
-
Jenang
plirit adalah jenang yang dibuat dari bubur beras ketan. Jenang ini
dimasukkan kedalam takir (kotak yang dibuat dari daun pisang) setengah
jenang merah dan setengah jenang putih.
-
Jenang pupuk
adalah jenang merah dan jenang putih yang dibuat lingkaran dan ditempatkan
kedalam takir (kotak yang terbuat dari daun pisang).
-
Jenang
baro-baro, jenang putih yang ditaburi irisan gula merah dan parutan
kelapa.
-
Jenang
palang adalah jenang merah yang ditumpangi silangan jenang putih.
-
Jenang pager
ayu adalah jenang kebalikan dari jenang pupuk, yaitu lingkaran sebelah dalam
berwarna merah dan lingkaran luar berwarna putih.
Bubur putih
dimakan oleh sang Ayah. Bubur merah dimakan sang Ibu. Bubur yang lain dimakan
sekeluarga.
b. Gudangan
mateng / sayurnya direbus.
Bahan :
Sayur 7 macam :
Sayur 7 macam, harus ada kangkung dan kacang
Nasi Megono
: Nasi dicampur bumbu gudangan pedas lalu dikukus
Jajanan pasar
: terdiri dari berbagai macam buah-buahan dan panganan yang dibeli di
pasar. Untuk buah yang harus ada adalah selirang pisang raja dan selirang
pisang pulut. Kemudian untuk panganan jajanan terdiri dari kacang rebus,
gethuk dan sebagainya. (Herawati, 2007:147)
Rujak :
dibuat dari buah - buahan mentah yang diiris -
iris. Buah - buahan ini berjumlah tujuh macam, diantaranya buah
kedondong, pisang kluthuk, nanas, pepaya, mangga, belimbing, dan
bengkoang. Adapun bumbunya adalah cabe, garam, terasi, dan gula merah (gula
Jawa) (Herawati, 2007:147).
c. Aneka Ragam
Kolo
Kolo
kependem (kacang tanah, singkong, talas), kolo gumantung (pepaya), kolo merambat (ubi/ketela
rambat), kacang tanah, singkong, talas, ketela, pepaya. Direbus kecuali pepaya.
Pepaya yang sudah masak. Masing-masing jenis kolo tidak harus semua, tetapi
bisa dipilih salah satu saja.
d.
Tumpeng
ditaruh di atas saringan santan yang baru atau biasa disebut kalo. Bawahnya
tumpeng dialasi daun pisang. Di bawah kalo dialasi cobek agar kalo tidak
ngglimpang. Sayur 7 macam direbus diletakkan mengelilingi tumpeng. Telur ayam
jumlahnya 7 butir, direbus lalu dikupas, diletakkan mengelilingi tumpeng. Telur
boleh di belah jadi dua. Pucuk tumpeng dikasih sate yang berisi cabe merah,
bawang merah, telur utuh dikupas kulitnya, cabe merah besar, tancapkan
vertikal. Tusuk satenya dari bambu, posisi berdiri di atas pucuk tumpeng.
Setelah ubo rampe semua selesai disiapkan, maka dimulailah berdoa. Doa boleh
dengan tata cara atau agama masing masing. Inilah flesibilitas dan toleransi
dalam ajaran Jawa.
2.
Tata Cara Mitoni atau
Tingkeban.
a.
Siraman atau
mandi
Merupakan simbol upacara bagi
pernyataan tanda pembersih diri, baik fisik maupun jiwa. Pembersih secara
simbolis ini bertujuan membebaskan calon ibu dari dosa sehingga kalau kelak si
calon ibu melahirkan anak tidak mempunyai beban moral sehingga proses
kelahirannya menjadi lancar. Upacara siraman dilakukan di kamar mandidan
dipimpin oleh anggota keluarga yang tertua.
b.
Upacara
Ganti Pakaian
Calon Ibu mengenakan kain putih
sebagai dasar pakaian pertama, kain tersebut melambangkan bahwa bayi yang akan
di lahirkan adalah suci dan mendapat berkah dari Tuhan YME.
c.
Upacara
Angrem
Setelah
upacara ganti busana, calon ibu duduk di atas tumpukan baju dan kain yang tadi
habis di gunakan. Hal ini memiliki symbol bahwa calon ibu akan selalu menjaga
kehamilan dan anak yang di kandungnya dengan hati hati dan penuh kasih sayang.
Calon Ayah menyuapi calon Ibu dengan nasi tumpeng dan bubur merah putih sebagai
symbol kasih sayang seorang suami dan calon ayah.
d. Dodol Rujak.
Pada upacara
ini, calon ibu membuat rujak di dampingi oleh calon ayah, para tamu yang hadir
membelinya dengan menggunakan kereweng sebagai mata uang. Makna dari upacara
ini agar kelak anak yang di lahirkan mendapat banyak rejeki dan dapat
menghidupi keluarga nya.